Sabtu, 23 November 2013

MACAM-MACAM AKAD DALAM AKAD LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


Dalam konteks masalah muamalah berkaitan dengan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari. Cakupan hukum muamalat sangat luas dan bervariasi, baik yang bersifat perorangan maupun yang ber
sifat umum, seperti perkawinan, kontrak atau perikatan, hukum pidana, peradilan dan sebagainya. Pembahasan muamalah terutama dalam masalah ekonomi tentunya akan sering kali ditemui sebuah perjanjian atau akad.

Akad merupkan peristiwa hukum antara dua pihak yang berisi ijab dan kabul, secara sah menurut syara dan menimbulkan akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan sebuah desain kontrak maka kita akan mencoba mengkaitkan dengan Lembaga Keuangan dikarenakan akad merupakan dasar sebuah instrumen dalam lembaga tersebut, terutama di Lembaga Keungan Syariah Akad menjadi hal yang terpenting hal ini terkait dengan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan di dalam islam.

Pada kesempatan ini akan membahas akad-akad yang di gunakan di Lembaga Keungan Syariah yang telah sering dipergunakan dalam kehiduapan sehari-hari terlebih berkembanganya ekonomi islam. Akad yang ada dalam LKS ada yang merupakan dana kebajikan (tabarru’) dan ada juga akad yang dijadikan dasar sebuah instrumen untuk transakasi yang tujuannya memperoleh keuntungan (tijarah). Tentunya ini adalah hal yang berbeda dan pastilah dalam akad itu ada beberapa penjabaran dan penjelasan bagaiman akad itu seharusnya bisa dilakukan. Dalam makalah ini akan dibahas pengklasifikasian dari berbagai akad yang digunakan dalam lembaga keuangan syariah.

A. PENGERTIAN AKAD DAN WA’AD

Akad dan Wa’ad dalam konteks fiqih muamalah merupakan hal yang berbeda meskipun keduanya hampir sama yang merupakan bentuk perjanjian. Akad merupakan suatu kesepakatan bersama antara kedua belah pihak atau lebih baik secara lisan, isyarat, maupun tulisan yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Sedangkan Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya, pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam Wa’ad bentuk dan kondisinya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral. Hal ini berbeda dengan akad yang mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat yaitu pihak-pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, bentuk dan kondisinya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.

B. MACAM-MACAM AKAD DALAM AKAD LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Pembagian Akad dari segi ada atau tidaknya Kompensasi

I. AKAD TABARRU’
Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba yang tidak mencari keuntungan (not for profit), Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan dan mengharapkan imbalan apapun kepada pihak lainnya, Pada hakekatnya, akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll.

Pada dasarnya dalam akad tabarru’ ada dua hal yaitu memberikan sesuatu atau meminjamkan sesuatu baik objek pinjamannya berupa uang atau jasa.
1. Dalam bentuk meminjamkan uang
Ada tiga jenis akad dalam bentuk meminjamkan uang yakni :
a. Qard, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya syarat apapun dengan adanya batas jangka waktu untuk mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya
c. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang bertujuan mengambil alih piutang dari pihak lain atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya kepada pihak kedua yang memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga

2. Dalam bentuk meminjamkan Jasa
Ada tiga jenis akad dalam meminjamkan jasa yakni :
a. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa. Dapat dilakukan dengan cara kita melakukan sesuatu baik itu bentuknya jasa , keahlian, ketrampilan atau lainya yang kita lakukan atas nama orang lain.
b. Wadi’ah, dapat dilakukan dengan cara kita memberikan sebuah jasa untuk sebuah penitipan atau pemeliharaan yang kita lakukan sebagai ganti orang lain yang mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
Pembagian wadi’ah sebagai berikut :
a. Wadi’ah Yad Al-Amanah
Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai.
b. Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah
Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang. dari hasil penggunaan barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan dalam bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.

c. Kafalah, merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.

3. Memberikan Sesuatu
Yang termasuk ke dalam bentuk akad memberikan sesuatu adalah akad-akad : hibah, wakaf, shadaqah, hadiah, dll. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, maka akadnya dinamakan wakaf. Objek wakaf ini tidak boleh diperjual belikan begitu sebagai aset wakaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.
Ketika akad tabarru’ telah disepakati maka tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah yang tujuannya mendapatkan keuntungan, kecuali atas persetujuan antar kedua belah pihak yang berakad. Akan tetapi lain halnya dengan akad tijarah yang sudah disepakati, akad ini boleh diubah kedalam akad tabarru bila pihak yang tertahan haknya merelakan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban yang belum melaksanakan kewajibannya.
Adapun fungsi dari akad tabarru’ ini selain orientasi akad ini bertujuan mencari keuntungan akhirat,bukan untuk keperluan komersil. Akan tetapi dalam perkembangannya akad ini sering berkaitan dengan kegiatan transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini bisa berfungsi sebagai perantara yang menjembatani dan memperlancar akad tijarah.

II. AKAD TIJARAH

Akad Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial ( for propfit oriented). Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad berhak untuk mencari keuntungan. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa dan lain – lain. Pembagian akad tijarah dapat dilihat dalam skema akad dibawah ini.

Pembagian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi menjadi dua yaitu Natural Uncertainty Contract (NUC) dan Natural Certainty Contrats (NCC).

A. Natural Certainty Contracts

Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yangbertransaksi di awal akad. Kontrak-kontrak ini secara menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah, sewa-menyewa.

Macam – Macam Natural Certainty Contracts (NCC) sebagai berikut :

1. Akad Jual Beli
a. Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara tunai. Dalam jual beli ini bahwa baik uang maupun barang diserahkan di muka pada saat yang bersamaan, yakni di awal transaksi (tunai).
b. Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada jenis ini barang diserahkan di awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode selanjutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan secara cicilan selama periode hutang, atau dapat juga dilakukan secara sekaligus di akhir periode.
c. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat diketahui oleh penjual dan pembeli.
d. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
e. Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli, Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’).

2. Akad Sewa-Menyewa

a. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang membuka kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir periode.
c. Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek yang disewa /diupah.

B. Natural Uncertainty Contracts (NUC)

Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini tidak menawarkan keuntungan yang tetap dan pasti.

Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:
1. Musyarakah
Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

Macam – macam musyarakah :
a. Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.

b. Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.

c. Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.

d. Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.

e. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi.

Macam – Macam Mudharabah :
a) Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana yang diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam usaha oleh pihak lainnya.
b) Mudharabah Muqayadah
Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh pemberi dana.
2. Muzara’ah
Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk pertanian tanaman setahun
3. Musaqah
Akad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman tahunan.
4. Mukharabah
Akad Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah

KESIMPULAN

Dalam bahasan fiqh muamalah dibedakan antara akad dan wa’ad meskipun keduanya merupakan bentuk sebuah perjanjian. Akad merupakan suatu kesepakatan bersama antara kedua belah pihak atau lebih baik secara lisan, isyarat, maupun tulisan yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Sedangkan Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya,pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya.

Ditinjau dari dari segi ada atau tidaknya Kompensasi akad dapat dibedakan atas akad tabaurru’ dan tijarah. Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba yang tidak mencari keuntungan (not for profit). Sedangkan akad tijarah Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial ( for propfit oriented).

Berdasar tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi menjadi dua yaitu Natural Uncertainty contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Sedangkan Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya.


Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Minat Nasabah Non Muslim Menjadi Nasabah Pada PT. Bank SUL-SELBAR SYARIAH MAKASSAR

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Minat Nasabah Non Muslim Menjadi Nasabah Pada PT. Bank SUL-SELBAR SYARIAH MAKASSAR



Skripsi


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.EI) Jurusan Ekonomi Islam
Pada Fakultas Ekonoomi dan Bisnis Islam
UIN Alauddin Makassar



Oleh
MUHAJIR KAMARUDDIN
NIM. 10200109058





FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS NFGERI ALAUDDIN 
MAKASSAR 2013




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia usaha dalam berbagai jenis industri, seakan akan tak pernah pupus karena pergeseran zaman. Demikian juga dengan perkembangan industri perbankan yang tidak jauh berbeda tingkat perkembangannya dengan industri-industri lainnya. Dengan menyesuaikan dengan zaman dan adanya kebutuhan serta masukan dari masyarakat luas, perbankan yang ada saat ini banyak mengalami perkembangan.
Perkembangan ini diwujudkan dalam bentuk yang bervariasi baik dari segi inovasi produk, prinsip, sistem operasionalnya serta pergeseran paradigma sampai pada pengkonversian diri. Dari pergeseran dan perkembangan yang ada tersebut, dalam kurun waktu terakhir, muncul lembaga-lembaga keuangan berbasis syari’ah yang mana sebagai salah satu tonggak penting dalam pengembangan ekonomi syari’ah di Indonesia, di mana perkembangannya mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan. Perkembangan sistem keuangan syariah semakin kuat dengan ditetapkannya dasar-dasar hukum operasional melalui UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang telah dirubah dalam UU No. 10 tahun 1998, UU No. 23 tahun 1999, UUNo. 9 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, dan UU No. 21 tahun 2008  tentang bank syariah. Tentu dukungan regulasi dari pemerintah  ini memberikan peluang bagi beroperasinya bank dengan system syariah. Dalam kata pengantar buku “Jejak-Jejak Ekonomi Syari’ah” oleh M. Luthfi Hamidi, Kepala Biro Perbankan Syari’ah Bank Indonesia mengatakan: Fenomena meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap keberadaan sistem perbankan sesuai dengan prinsip syari’ah mendapat respon positif dari pemerintah yang antara lain melalui dikeluarkannya UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang menetapkan bahwa perbankan di Indonesia menganut dual banking system, yaitu perbankan konvensional dan perbankan syari’ah. Bank syari’ah baik yang murni syari’ahmaupun unit syari’ah dari bank konvensional dan lembaga non-bank dengan sistem syari’ah perkembangan
tersebut tetap didominasi oleh  unit usaha syari’ah[1].
            Melihat fenomena tersebut, masyarakat mulai sadar bahwa bank-bank konvensional yang ada saat ini tidak bisa menjadi solusi terbaik dari problem-problem yang masyarakat hadapi, sehingga masyarakat melirik kembali ajaran Islam yang bebas riba. Perbankan syari’ah merupakan suatu badan usaha yang fungsinya sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan penyalur dana kepada masyarakat, yang sistem dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan hukum Islam sebagaimana yang diatur dalam AlQur’an dan Al-Hadist.[2]
Masyarakat muslim yang menggunakan jasa perbankan syari’ah menganggap bahwa bunga adalah riba. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Al-Qur’an yaitu dalam Surat Al-Baqarah ayat 278-279, yang berbunyi:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ   bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Terjemahnya :

”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah Swt dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika tidak melakukannya (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah Swt dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba),maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula di aniaya.”[3]

Pelarangan riba ternyata tidakhanya terdapat dalam Islam, melainkan jauh sebelum Islam ada. Di India Kuno, hukum yang berdasarkan Weda, kitab suci tertua agama Hindu, mengutuk riba sebagai sebuah dosa besar dan melarang operasi bunga. Dalam agama Kristen, pelarangan atau restriksi keras atas riba berlaku selama lebih dari 1400 tahun. Secara umum, semua kontrol ini menunjukkan bahwa penarikan bunga apapun dilarang.[4]
Mengutip dari bukunya M. Syafi’i Antonio yang berjudul ” Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek” menyatakan bahwa: Orang-orang Yahudi dilarang mempraktikan pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Old Testament(Perjanjian Lama) maupun Undang-undang Talmud.[5]
Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi minat nasabah Non-Muslim menjadi nasabah di Bank Syari’ah. Karakteristik budaya Non-Muslim yang kurang bisa bekerjasama, dan jiwa kapitalisme yang lazim melekat pada kalangan NonMuslim, sewajarnya menjadikan Bank Konvensional yang memiliki sistem kapitalis sebagai sarana investasi yang menjanjikan. Namun kenyataannya, sebagian besar nasabah non-muslim juga tertarik untuk menyimpan dananya di perbankan Syari’ah. Keputusan masyarakat non-muslim menjadi nasabah di Bank Syari’ah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Tingkat pertumbuhan nasabah PT Bank Syariah yang tidak saja nasabah Muslim namun juga terdiri dari kalangan non-Muslim, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal (Kotler, 1997) terdiri dari:
1.      Produk
2.      Harga
3.      Promosi
4.      Tempat
Faktor-faktor eksternal tersebut, dikelompokkan dan diuraikan menjadi beberapa item yang akan ditanyakan kepada para nasabah non-Muslim dan ditambah pula dengan faktor Syariah yang terkait dengan penelitian ini karena adanya penerapan sistem Syariah yang diterapkan perusahaan PT. Bank Syariah. Berdasarkan teori tersebut, terbentuk beberapa faktor yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan non-Muslim menjadi nasabah Bank Syariah. Hal tersebut merupakan salah satu pendorong penulis mengadakan penelitian lebih lanjut dengan fokus non-Muslim, dimana penelitian-penelitian sebelumnya hanya berfokus kepada mayoritas nasabah Muslim. Adapun faktor-faktor yang telah terbentuk antara lain:
Faktor Promosi dan Sosialisasi
1.      Agar keberadaan Bank Syariah dan kegiatannya dapat dikenal masyarakat luas, maka perlu beriklan di  media massa (TV dan Koran)
2.      Promosi yang dilakukan di mal-mal dapat menarik minat pengunjung
3.      Promosi dikemas menarik dan lebih kreatif agar masyarakat luas mau berkunjung
4.      Sosialisasi/promosi  melalui figur/sosok, misal, oleh beberapa kalangan cendekiawan
5.      Sosialisasi produk dengan menonjolkan manfaat dari suatu produk bank Syariah, melalui bahasa komunikasi yang dapat dipahami konsumen
6.      Informasi tentang Bank Syariah dalam bentuk brosur dan leaflet

Faktor Lokasi
1.        Lokasi Bank Syariah yang sangat strategis
2.        Lokasi Bank Syariah di daerah yang aman
3.        Gedung Bank Syariah menarik, nyaman, dan menyenangkan
4.        Fasilitas banyaknya cabang Bank Syariah di berbagai daerah
5.        Fasilitas banyaknya jaringan ATM Bank BNI Syariah
Faktor Pelayanan
1.        Pelayanan yang cepat dari karyawan/ti Bank Syariah
2.        Penampilan menarik karyawan/ti Bank Syariah
3.        Perlakuan yang ramah karyawan/ti Bank Syariah
4.        Karyawan/ti Bank Syariah berperan membantu calon nasabah memberikan pemahaman mengenai pengetahuan perbankan Syariah
Faktor Return
1.        Tingkat pengembalian (bagi hasil) yang tinggi dari Bank Syariah
2.        Rendahnya tingkat suku bunga bank konvensional
Faktor Syariah
1.        Adanya larangan atas bunga karena termasuk riba dan tidak adil
2.        Penyimpanan dana dan Peminjaman dana seperti Kredit usaha dan lainnya berdasarkan  penanggungan risiko bersama
Faktor Produk
1.        Produk Perbankan yang beragam, menarik, dan inovatif
2.        Fitur-fitur pendukung/keuntungan yang terdapat dalam produk.
Oleh sebab itu faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dari nasabah untuk menggunakan jasa perbankan syari’ah, sangat penting diperhatikan oleh pihak manajemen perbankan demi kelangsungan dan tetap eksisnya lembaga tersebut. Diminati atau tidaknya suatu lembaga keuangan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sifatnya psikologis yang menyangkut aspek-aspek perilaku, sikap dan selera. Dan bukan hanya faktor psikologis saja, ada banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk menggunakan jasa lembaga keuangan syari’ah. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat dalam menggunakan jasa layanan perbankan adalah konsumsi, pendapatan, produk, atau jenis tabungan, lokasi, pelayanan, kesadaran masyarakat dan promosi.[6]
Termasuk juga dalamnya religius stimuliyang merupakan faktor pengetahuan dan pengamalan keberagaman yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan ekonomi.[7]Faktor lain yang mempengaruhiseseorang berminat menjadi nasabah pada sebuah bank adalah reputasi. Suatu bank yang mempunyai reputasi yang baik akan dipercaya oleh nasabahnya. Sebuah bank dipandang mempunyai reputasi apabila bank itu diakui dan dipercaya sebagai perusahaan jasa dengan nama baiknya di mata masyarakat.
Mekanisme lembaga keuangan syari’ah dengan menggunakan sistem Profit sharing(bagi hasil), nampaknya menjadi salah  satu alternatif bagi masyarakat bisnis. Salah satu karakteristik bank syari’ah adalah profit sharing (bagi hasil). Jika dalam mekanisme ekonomi konvensional menggunakan instrument bunga, maka dalam mekanisme ekonomi islam dengan menggunakan instrument profit sharing (bagi hasil). Bagi hasil menurut terminologi asing dikenal dengan  profit sharing.  Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit sharingdiartikan: “distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan”.Serta promosi yang merupakan faktor penentu bagi minat nasabah, apakah produk yang dipasarkandapat diterima oleh masyarakat luas atau tidak.
Kondisi diatas menarik apabila dikaitkan dengan minat nasabah Non-Muslim yang memilih menjadi nasabah di bank syari’ah. Sebagaimana telah kita ketahui dari label yang ada yakni Syari’ah, disini berarti bahwa sistem yang dijalankan adalah dengan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Perbankan syariah bukan hanya menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia tapi juga telah menjadi kecenderungan dunia internasional, termasuk negara-negara non-muslim, seperti Inggris dan beberapa negara Eropa, China, India, dan Singapura.[8]
Maka yang dikemukakan tersebut diatas menjadi hal yang menarik untuk dikaji kembali maka penulis mengambil judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Nasabah Non Muslim Menjadi Nasabah Di Bank PT Sul-Selbar Syariah Makassar.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan dari pokok masalah diatas maka penulis menguraikannya dalam sub bagian masalah, antara lain sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengaruh Lokasi, Pelayanan, Religius Stimuli, Reputasi, Profit Sharing dan Promosi terhadap minat nasabah non muslim menjadi nasabah di Bank PT. Sul-Selbar Syariah Makassar.?
2.      Dari faktor Lokasi, Pelayanan, Religius Stimuli, Reputasi, Profit Sharing dan Promosi faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi minat nasabah non muslim menjadi nasabah di Bank PT Sul-Selbar Syariah Makassar. ?
C.  Tujuan penelitian
1.      Bagaimana pengaruh Lokasi, Pelayanan, Religius Stimuli, Reputasi, Profit Sharing dan Promosi terhadap minat nasabah non muslim menjadi nasabah di Bank  PT Sul-Selbar Syariah Makassar.
2.      Untuk mengetahui Dari faktor Lokasi, Pelayanan, Religius Stimuli, Reputasi, Profit Sharing dan Promosi faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi minat nasabah non muslim menjadi nasabah di Bank PT Sul-Selbar Syariah Makassar .

D.    Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :      
1.      Bagi peneliti lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian lanjutan atau penelitian yang berkelanjutan.
2.      Pihak perbankan, dapat dijadikan informasi bagi manajemen bank khususnya dalam menarik minat nasabah.
3.      Mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan dalam ekonomi, yaitu teori lokasi, pelayanan, religius stimuli, reputasi,  profit sharingserta promosi terhadap minat nasabah non-muslim menjadi nasabah di bank syari’ah.
4.      Memberikan kontribusi kepada parapraktisi perbankan, terutama terkait dengan manajemen pemasaran.
E.     Garis-Garis Besar Isi Skripsi
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami ini skripsi ini, maka penulis akan mengemukakan garis-garis besar isi dari bab ke bab.
Bab I merupakan bab pendahuluan, terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, garis-garis besar isi skripsi.
Bab II merupakan bab tinjauan pustaka, terdiri dari tinjauan umum bank syariah meliputi : pengertian bank syariah, tujuan dan ciri-ciri bank syariah, fungsi dan peranan bank syariah, perbedaan bank syariah dan bank konvensional. Kemudian Gambaran Umum nasabah. Teori Mengenai Faktor-Faktor yang mempengaruhi non muslim menjadi nasabah dibank syariah.Penelitian sebelumnya. Kerangka berpikir, Hipotesis.
Bab III merupakan bab metode penelitian, terdiri dari : jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, metode pengumpula data, jenis dan sumber data, metode analisis data.





[1] M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah, Jakarta: Senayan Abadi Publishing,
2003, hlm. I.
[2] Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2002, hlm 93
[3] Kementrian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah. (Bandung : Nur Publishing, 2007), Hal.77
[4] Latifa M. Alguad dan Marvyn K. Lewis, Perbankan Syari'ah Prinsip Praktik Prospek,
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003, hlm 264.
[5] M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: dari Teori dan Praktek, Jakarta: Gema Insani Press,
Cet. I, 2001, hlm 43.


[6] Moch Darsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, hlm 88. .
[7] Anita Rahmawaty, Analisis Pemicu Perbedaan Motivasi Nasabah Berafiliasi Antara
Bank Konvensional dan Bank Syari’h di Semarang,Kumpulam Makalah ACIS “Penguatan Peran
Perguruan Tinggi Agama Islam Dalam Meningkatkan Daya Saing Bangsa”Palembang, 2008,,
hlm 48
[8] Bank Indonesia, Kebijakan Pengembangan dan Operasional Perbankan Syariah,
Disampaikan oleh pak Slamet dalam Rangka KKL Fakultas Syariah IAIN Wlisongo, Pada
Tanggal 02 Juni 2009